JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Golkar mendukung mantan kadernya, Zulkarnaen Djabar untuk membongkar kasus dugaan korupsi proyek pengadaan laboratorium komputer tahun anggaran 2011 dan pengadaan Al Quran 2011 di Kementerian Agama. Dalam kasus ini, Wakil Ketua DPR yang juga politisi Golkar Priyo Budi Santoso disebut-sebut mendapatkan fee atas proyek itu.
"Kami sudah sepakat. Korupsi kan menjadi musuh bersama dan hukum adalah panglima rangka memperkuat kejaksaan, kepolisian, siapa pun dia tidak kebal hukum. Kami mendukung orang-orang yang sudah ditangkap ini untuk membongkar kasus ini," ujar Ketua DPP Partai Golkar, Yorris Raweyai, Selasa (29/1/2013), di Gedung Kompleks Parlemen Senayan.
Semua pihak, lanjutnya, harus sama di depan hukum. Presiden, disebut Yorris bahkan sudah memberikan contoh dengan membiarkan besan hingga menterinya diusut dalam perkara korupsi. "Besar kecil masuk ke pengadilan tidak berpengaruh dari partai mana pun," kata Yorris.
Anggota Komisi I DPR itu mengapresiasi sikap yang diambil Zulkarnen dan anaknya, Dendy Prasetya. Keduanya, diakui Yorris, sebagai sosok yang berani dan bertanggung jawab. Saat ditanya soal keterlibatan Priyo, Yorris mengaku partai tidak mengetahuinya. Pasalnya, saat kasus ini mencuat, Partai Golkar langsung mengirimkan surat yang meminta Zulkarnaen Djabar untuk mengundurkan diri. Ia pun menyadari bahwa memasuki tahun politik, kasus ini akan menjadi ujian partai.
"Ini kan tahun politik. Golkar akan menuai berbagai macam badai. Sekarang kan lebih terbuka. Kami juga akan terus melakukan evaluasi," kata Yorris.
Fee untuk Priyo
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat asal Fraksi Partai Golkar Priyo Budi Santoso disebut mendapatkan jatah fee terkait korupsi proyek pengadaan laboratorium komputer tahun anggaran 2011 dan pengadaan Al Quran 2011 di Kementerian Agama. Nama Priyo muncul dalam surat dakwaan anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Zulkarnaen Djabar; dan putranya, Dendy Prasetya, yang dibacakan tim jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (28/1/2013).
Menurut surat dakwaan tersebut, Zulkarnaen bersama-sama Dendy dan Fahd El Fouz (Fahd A Rafiq) menerima uang Rp 14,39 miliar dari Abdul Kadir Alaydrus terkait pengadaan laboratorium dan Al Quran tahun anggaran 2011 serta tahun anggaran 2012. Uang itu diberikan kepada Zulkarnaen karena selaku anggota Banggar DPR dia telah menyetujui anggaran di Kementerian Agama dan mengupayakan tiga perusahaan memenangkan tender proyek di Kementerian Agama (Kemenag). Ketiga perusahaan itu adalah PT Batu Karya Mas sebagai pemenang tender proyek pengadaan laboratorium komputer Kemenag 2011, PT Adhi Aksara Abadi sebagai pemenang tender pengadaan Al Quran 2011, dan PT Sinergi Pustaka Indonesia sebagai pemenang lelang proyek Al Quran tahun anggaran 2012.
Pada saat perbuatan korupsi itu dilakukan, yakni sekitar September hingga Desember 2011, Zulkarnaen merupakan Wakil Bendahara Umum Partai Golkar. Sementara itu, Dendy dan Fahd merupakan pengurus organisasi underbow Partai Golkar, Generasi Muda Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (Gema MKGR). Sebelum proses lelang proyek dilaksanakan, menurut surat dakwaan, Zulkarnaen memerintahkan Dendy dan Fahd untuk menghitung rencana pembagian fee yang didasarkan pada nilai tiap-tiap proyek di Kemenag tersebut.
"Kemudian terdakwa II (Dendy) bersama-sama Fahd melakukan perhitungan rencana pembagian fee yang didasarkan pada nilai pekerjaan di Kementerian Agama, tahun anggaran 2011 dan 2012, yang ditulis tangan oleh Fahd pada lembaran kertas," kata Jaksa Dzakiyul Fikri.
Fee dari proyek pengadaan laboratorium komputer 2011 yang nilainya Rp 31,2 miliar tersebut mengalir ke enam pihak, yakni ke Senayan (Zulkarnaen) sebesar 6 persen, ke Vasco Ruseimy atau Syamsu sebesar 2 persen, ke kantor sebesar 0,5 persen, ke PBS (Priyo Budi Santoso) sebesar 1 persen, ke Fahd sendiri senilai 3,25 persen, dan kepada Dendy sebesar 2,25 persen. Dari pengadaan Al Quran 2011 senilai Rp 22 miliar, kembali disusun pembagian fee yang rinciannya, sebesar 6,5 persen ke Senayan (Zulkarnaen), 3 persen mengalir ke Vasco/Syamsu, sebesar 3,5 persen ke PBS (Priyo Budi Santoso), sebesar 5 persen untuk Fahd, 4 persen untuk Dendy, dan 1 persen untuk kantor. Namun tidak dijelaskan kantor apa yang dimaksud dalam surat dakwaan tersebut.
Selain dari kedua proyek itu, rencana pembagian fee juga disusun terkait proyek pengadaan Al Quran tahun anggaran 2012. Namun dalam daftar pembagian fee terkait proyek ini, nama Priyo tidak ditemukan. Berdasarkan catatan tangan Fahd, fee dari proyek senilai Rp 50 miliar tersebut mengalir ke lima pihak, yakni Senayan (Zulkarnaen) sebesar 8 persen, Vasco/Syamsu sebesar 1,5 persen, Fahd sebesar 3,25 persen, Dendy sebesar 2,25 persen, dan kantor sebesar 1 persen dari nilai proyek.
"Setelah disepakati rencana pembagian fee tersebut, dilakukan proses pengadaan di Kemenag, di mana penetapan perusahaan sebagai pemenangnya dilakukan atas pengaruh atau intervensi terdakwa I (Zulkarnaen) bersama-sama terdakwa II (Dendy) dan Fahd," kata Jaksa Dzakiyul.
Priyo yang dihubungi Senin malam membantah menerima fee dari proyek pengadaan laboratorium komputer tahun anggaran 2011 dan pengadaan Al Quran 2011 di Kementerian Agama.
Editor :
Inggried Dwi Wedhaswary